Kurang lebih dua bulan lagi aku kan menutup lembaran putih abu-abu ini. Setelah itu tak ada lagi burung-burung berkicau yang menemaniku disaat ku suka maupun duka. Tak akan aku dengar dekat suara merpati bibir merah merona dari para sahabatku dan dia.
Kata itu terus menggema dikepalaku laksana suara terompet dijurang yang sangat dalam. Ku telusuri langkahku meter demi meter untuk menuju sukses. Dan buku demi buku putih abu-abu. Seperti aku akan meninggalkan selamanya. Aku berkata seperti itu karena aku akan pindah, meneruskan sekolah di kota pendidikan. Maka dari itu aku tak akan mendengar dekat suara itu.
Canda, tawa, sindiran, ejekan, bibir merah merona, tagihan, tangisan, amarah, duka semua akan hilang sejenak bagiku di kota pendidikan nanti.
Ini dia diary ku pada Jum’at, 25 Januari 2011.
Hari masih menunjukan pukul 3 pagi. Tetapi aku bangun untuk membuatkan tugas titipan dari teman, The queen nama genknya. 4 orang sekaligus saya kerjakan tugas mereka. Dan mereka sudah berjanji akan membelikan saya minuman atau makanan. Begitu bodohnya saya mengiyakan tawaran itu. Karena aku sangat pengirit.
Ku kerjakan satu setengah jam kemudian dan selesai tepat pukul 4.15. dan ku lanjutkan tidur walau suara kumandang adzan sudah bergema. Seharusnya tak baik aku tidur, tapi mau gimana lagi. Mata ku ini tak mau diajak kompromi. Aku pun tidur dengan bermimpi tentang temanku waktu aku masih dikelas 1 tkj 3 dulu.
Didalam mimpiku itu aku sedang mengambil kertas pemberitauan dia kepada entah ku tak tau kepada siapa. Dan ku tak memberikan padanya, hingga dia mengejar ku sampai ke sebuah toko fotokopi. Aku tak akan memberikan padanya, sampai aku melihat dia menangis merengek. Sungguh kejamnya diriku dalam mimpiku sendiri.
Mimpiku tak berjalan lama, karena salah satu adikku Ines membangunkanku sehingga ku terperanjak dari tempat tidur dan mulai bergegas mempersiapkan semuanya. Akibat aku tidur waktu kumandang adzan subuh tadi pagi. Aku telat berangkat sekolah dan belum melaksanakan tugas rumahku diwaktu pagi hari. Karena aku mendapat jatah memasak air dan membuang sampah.
Aku berangkat pukul 6 lewat 40 menit, dan tiba jam 7 lewat 20 menit. Semua temanku sudah masuk kedalam kelas, walau hanya beberapa temanku saja yang tak masuk kedalam kelas, yaitu mbak nuril (Nuril), mbak mud (Mudha), mbak olip (Olif), dan pakde (Danang).
“Wes apal ta agamae?” Tanya mbak nuril dalam logat bahasa jawa timurannya.
“Dorong mbak, nggak apal aku” jawabku dalam logat bahasa jawa timuran.
“Wes ket mau ta mbak, mlebune?” Tanyaku pada mbak nuril.
“Emboh. Aku loh jek kaet teko” Jawabnya.
Aku pun mengambil buku kecil didalam tas batikku. Kemudian aku pun menghafal doa qunut. Doa yang akan diujikan dan doa jamak qashar.
“Ndeh adek jek kaet teko” Kata ku melihat adik (Risda) yang baru datang dan dengan senyumannya.
“Iyo” Jawab adik enteng.
“Wes ket mau ta mbak?” Jawabnya.
“Wes be’e” Jawabku.
“Ehmb makane betah lunggu nang kene. Wong onok pacare” Ejek adik padaku karena melihat sesosok pria yang berada tepat didepan pintu didepan mataku juga.
“Sopo dek..?? Pacar..?? Aku loh gak duwe pacar.. jek jomblo yo” Tanya dan jawabku pada adik.
“Sopo.sopo dek..?? Endi pacare mbak mi?” Tanya mbak nuril pada adik.
“Iku loh sebelahne....” kata adik menjawab pertanyaan dari mbak nuril dan melirik padaku.
“Wes ta dek, aku loh gak pacaran ambek de’e. Wong aku loh gak seneng.” Aku pun langsung mengetahui lirikan dari adik.
“Iyo yo. Gak usah nesu ngono.” Kata adik merayu ku.
“Endi dek, pacare mbak mi?” Tanya mbak nuril yang masih penasaran siapa pacar ku yang dibicarakan adik barusan.
“Ya Allah, sebelahnya maliki itu loh” Jawab adik pada mbak nuril.
“Oalah. Mbak mi rek” Sindir mbak nuril padaku.
“Apaan ce? Itu bukan pacar aku mbak nuril. Ini loh pacarku” Kata ku sambil menunjukkan foto kak denis di walpaper handphoneku.
“Halah, mbijuki” kata mbak nuril sambil mengoyak tubuhku sedikit dari samping dengan tubuhnya.
“Yo wes lek nggak percoyo” Jawabku karena aku sedikit salting bila dia mendengar apa yang kita bicarakan.
Sementara adik hanya tertawa kecil sambil menghafal materi yang akan diujikan pada ujian praktek nanti. Tiba-tiba satya, teman rohmi datang untuk minta tolong mendengarkan hafalannya, benar atau salah, dan berhasil menghafalkan atau tidak. Aku pun mendengarkan hafalan satya.
Selang beberapa menit, temanku nita datang dengan temannya serta temanku juga, puput. Nita yang datang dengan kaki sedikit pincang karena empat hari yang lalu, nita kecelakan sepeda motor. Untungnya nita tak mengalami kecelakaan yang parah, hanya sedikit memar dibagian kakinya sebelah kiri.
Iba aku melihatnya, ku bantu dia berjalan dan ku suruh dia duduk di tempat duduk koridor yang ada didepan lab kkpi. Tak berapa lama pula nita disuruh untuk masuk dengan teman-teman. Nita pun masuk sambil dipopong dengan puput.
Tak berapa lama nama adik dipanggil untuk maju dalam ujian praktek. Ujian praktek yang diujikan adalah solat subuh dan doa qunut. Setelah itu ditanya satu-satu niat solat jamak dan qosor.
#Sebentar lagi aku nih. Wagh, harus masuk kedalam biar buat siap-siap# batinku. Aku pun masuk melewati temanku yang ada didepan kelas dan meninggalkan tasku didepan yang ku titipkan pada mbak olip dan mbak mud.
“Mbak olip, aku nitip tas yw. Karena bentar lagi saya praktek” pintaku pada mbak olip.
“Ya mbak mi” jawab mbak olip.
“Tolong dijaga ya, ada makananku dan hpnya nita tadi titip padaku” kataku sekali lagi pada mbak olip.
“Ya mbak mi” jawab mbak olip yang kelihatannya sedikit kesal, karena aku meminta terus. Aku pun mengakhiri dengan jawaban terima kasih dan ia mengiyakan. Aku melangkahi teman-temanku dan dia dengan permisi.
“Lapo kund koq gak masuk mau he” Tanya zazu (Rizki Diah ayu) padaku.
“Aku mau loh telat. Terus gurune wes nerangno. Yo wes gak iso mlebu, nang ngarep ae ambek mbak olip, mbak mud, ambek adek pisan” jawab ku pada zazu.
“ou yo. Wes apal ta kund agama?”Tanya zazu lagi padaku.
“mek titik. Gak apal kabeh.” Jawabku.
“ndang apalno marengene kund maju” saran zazu padaku.
“yo”
Aku pun menghafalkan doa qunut dan niat jamak qasar. Aku baru menghafalnya, karena kemarin malam, aku sibukkan dengan tugas web titipan teman-teman yang banyak sekali dan harus ku berikan pada mereka. Karena mereka merengek terus untuk dibuatkan web dan segera dikumpulkan.
Giliranku tiba, aku pun mengenakan rukuhku dan maju kedepan untuk mulai ujian praktek. Satu persatu disuruh untuk memulai solat. Ada 6 orang yang disuruh maju untuk solat. Dimulai dari sepuh (hanansyah), pakde (Danang), afgan (Prasetyo), padang (Rafsanjani), Aku, dan milek (Rutmila). Aku mulai giliran untuk solat dan ku baca bacaan solat, walau ada yang gak ku baca yaitu bacaan alfatihah pada rakaat pertama karena aku lupa dan aku nervous (gugup) karena solat didepan teman-teman, kemudian doa qunut yang ku baca hanya bagian depannya saja, dan alhamdulillah pak anas ( guru agama ) ku hanya mendengar bagian itu dan melanjutkan mendengarkan bacaan dari teman-temanku lainnya. Setelah solat subuh selesai, giliran membaca jamak qosor. Aku mulai membacanya, tetapi ada yang salah.
#Apa yang salah? Aku sudah membaca benar apa yang ada dibuku?# pikirku
Ternyata buku juga menyesatkan, niat jamak qosor yang ku baca ada yang dihilangkan katanya dan ada yang ditambahkan. Aku pun mengikuti apa yang pak Anas katakan. Bila tidak nilai aku pasti dikurangi dan diberi warna merah.
Ujian praktek yang pertama sudah selesai, ujian praktek selanjutnya sama yaitu Agama hanya saja membaca Alquran, tajwid, dan doa sesudah solat. Tapi itu nanti setelah solat Jum’at. Sambil menunggu waktu giliran praktek, aku dan teman-teman menghabiskan dikantin untuk sarapan. Karena dari tadi pagi, belum ada yang sarapan aku pun juga. Tetapi aku tak membeli daging bola-bola, aku membawa makanan yang kusiapkan dari rumah, walau aku tadi berangkat sekolah datang terlambat.
Aku dan teman-teman pun bergegas menuju kantin. Semua temanku sudah memesan bakso, sedangkan aku tidak. Aku pun mengambil tempat duduk dibelakang. Ku ingin duduk berdekatan dengan zazu. Tetapi teman bermata dua, richi tak mau bergeser tempat denganku. Alasannya dia sudah PW (Posisi Wuenakpol).
Dengan terpaksa aku pun duduk disebelah richi yang kosong.
“Ah, richi pelit. Gak mau geser kemari” sindirku padanya.
“Wes PW.”
“Pelit”
“Babahno, salahe. Balekan dhisik ta karo adek engko’ aku geser” sindir richi padaku untuk kembali menjadi kekasih adhek (mantan pacarku sekaligus teman dekat richi.
“Nggak cinta kok dipaksa ce chi. Kalo nggak cinta entar hidupnya sengsara loh” sahut endut (rini)pada richi, karena mendengar percakapanku ma richi.
“Iyo, wong rosi loh nggak cinta, kasian dia entar hidupnya sengsara dan nggak bahagia” tambah ria membela rosi.
“Ya ne, ntar hidupku sengsara lagi. Nggak mau ah” tambahku dan aku pun melirik richi yang keliatannya kesel karena banyak sekali yang membela rosi untuk tidak kembali menjadi kekasih adhek.
#Yes. Banyak yang membelaku dan inilah hatiku. Makasih ya teman-teman sudah membantuku tuk mengatakan itu pada richi. Supaya diberi tau pada adhek, temannya itu# Batinku dalam hati.
“Bawa makan apa kamu, ros?” Tanya zazu padaku.
“Bawa perkedel, mau coba?” jawabku dan memberi tawaran kepada temanku yang dikenal paling cerewet.
“Yo njaluk aku” jawab zazu, dan ku berikan secuil makananku pada zazu.
Aku pun melanjutkan makanku. Tinggal sedikit makananku, tiba-tiba kelompok dari yanti si nenek lampir yang dibicarakan teman-teman sapaan jeleknya muncul dihadapanku. Tidak semua yang datang, hanya Yoga dan Titik yang sudah memesan bola-bola daging dan mengambil duduk di sebelah endut dan disebelahku.
“Mbawa makan apa rohm?” tanyanya dengan nada lembut yang basa-basi.
“Ne, bawa perkedel dari daging kalengan trus dikasih kentang” jawabku dengan basa-basi.
“ouw” katanya dengan enteng.
“Mi, yo opo web’e wes onok seng mbayar ta?” sahut kusen (ria) padaku sambil melirik Yoga yang ada disebelahnya juga.
“Durung sen” jawabku tanpa sadar bahwa yang dibicarakan ternyata karena ada yoga dan titik. Aku pun segera memberi aba-aba mengedipkan mata. Untuk tidak membicarakan itu. Sebenarnya aku malas mengatakan itu padanya tetapi apa boleh buat dia sudah berbuat janji padaku waktu hari minggu kemarin saat mereka mngerjakan web dirumahku. Janji adalah hutang, dan mereka telah berhutang padaku. Kalau aku sih terserah mereka yang penting mereka ikhlas.
Aku pun segera meninggalkan kantin karena aku tak mau teman-temanku berbicara yang aneh-aneh dan panjang lebar didepan yoga dan titik.
Aku dan teman-teman duduk didepan kelas yang didalamnya ada siswa yang sedang ikut ujian praktek agama. Aku pun menunggu didepan karena kami tak boleh masuk kedalam, menunggu giliran itulah yang dikatakan bu nur (guru agama kami yang kedua). Aku dan teman-teman berbincang-bincang tanpa kenal lelah mulut kami ini. Begitu keseharian kami jika tak ada pelajaran dan tak ada guru pengajarnya. Tapi aku senang karena bisa menghilangkan rasa stres dan rasa kantuk yang mendalam karena menunggu lamanya giliran ujian praktek.
Dia ada disebelah sana seperti biasa terdiam sendiri walaupun disamping kanan dan disamping kirinya ada teman yang sedang asyik mengobrol. Begitu lah dia, pendiam dan tak banyak bicara. Dia hanya bicara sesuai dengan mood dan ada pokok pembicaraan yang asyik saja menurut dia.
Aku pun sesekali menengok dia. Kenapa aku suka menengok dia? Apa aku kagum padanya? Jujur aku kagum padanya sejak kelas 3, karena dia hadir pada waktu kelas 3. Dia kakak kelasku, dia pernah mengidap penyakit yang parah dan harus beristirahat total selama 1 tahun. Cukup lama sekali. Aku tau pun dari bu retno (guru kkpi). Karena aku heran, dia anak baru tetapi kenapa semua guru-guru sangat mengenalnya seperti sudah lama bertemu. Ternyata dia kakak kelasku, aku pun kagum padanya. Dan aku selalu melihat bagaimana dia belajar hingga otaknya itu encer banget. Setiap mata pelajaran yang dibahas, dia selalu menjawab, dan jawabannya selalu benar.
Karena keseringan aku melihat dia. Teman-teman berpendapat kalau aku suka sama dia. Aku suka sama Satria? Apa benar yang dikatakan teman-teman? Aku hanya mengagumi saja, bukan suka. Tapi menurut kusen, orang yang kagum itu lama kelamaan suka. Apa benar? Aku rasa nggak mungkin. Aku pernah suka sama seseorang tapi bukan dari kekaguman orang itu. Lagian dia menyukai seorang cewek yang menurut aku mirip dengan nikita willy. Perempuan itu adalah sahabat dikala dia sedang menderita sakit 1 tahun yang lalu. Aku mengetahuinya di jejaring sosial, tak sengaja ku membaca buku catatan dia. Karena aku penasaran sama dia. Begitu lah aku setiap orang yang aku kenal, aku selalu penasaran dengan orang itu. Makanya tak heran satu persatu temanku, aku sudah mengetahui asal usul satu persatu.
Tapi teman-teman selalu berpikiran negatif padaku. Apa iya kita mengagumi seseorang, kita juga akan kelama-lamaan menyukai orang itu? Aku rasa tak mungkin? Aku terlalu memikirkan omongan orang. Dan selalu setiap omongan orang yang negatif, aku selalu memikirkannya dan sampai terbayang-bayang dalam mimpi.
Begitu pun dia, selalu kebayang – bayang. Sungguh aneh diriku ini. Makanya aku harus berpikir dulu sebelum bertindak, karena aku nggak mau jadi kepikiran bila ada orang yang berpikiran negatif padaku.
“Ngapain sih mi, ngelamun aja. Mikirin satria ya. Tenang anaknya ada disebelah sana kok” kata kusen mengagetkanku yang sedang melamun tanpa jelas.
“Apaan ce. Aku lagi mikir ujian ini gimana ya. Aku belum hafal-hafal juga” jawabku karena ku tak mau ada orang lain yang mengetahui apa yang ada dipikiranku saat ini.
“Halah, gampang engko’ wocoen sak isokmu ae” kata kusen menenangkanku.
“Heemb” kata ku mengiyakan.
“Padank, ojok ngelamun ae ta. Engko kesurupan loh hehe..” kata kusen pada padank (rafsanjani) yang dulu pernah menjadi kekasih kusen. Dan kusen menghampiri padank yang sedang melamun duduk sendirian dari teman-temannya.
Sementara aku menikmati suasana dan ikut mendengarkan alunan kicauan teman-temanku yang sedang mengobrol. Aku hanya tersenyum dan diam karena aku sendiri juga tak tau apa yang sedang mereka bicarakan. Dan yang mereka bicarakan tak begitu penting sebenarnya untuk didengar, karena hanya gosip dan fakta belaka. Aku lebih suka berdiskusi yang membuat otak ini encer dan cerdas. Tapi tak apalah daripada aku bosan sendiri. Dan sesekali pula aku mengirim pesan pendek dengan adik aku (lubna) yang ada dirumah. Sambil mendengarkan alunan lagu dari sheila on 7, lagu kesayangan abang-abang lyla, penggemar beratku.
Tiba-tiba kusen sedih dan datang ke kami sambil memegang bajunya yang robek karena ditarik sama padank. #Ada ada saja padank itu# batinku.
“ah, yo opo iki. Klambiku suwek. Mari disuwek padank” katanya dengan muka sedih sekaligus marah.
Kusen menjelaskan apa yang mereka lakukan dan padank lakukan padanya kepada kami semua. Kami hanya tertawa geli dan penuh dengan rasa iba. Aku juga merasa iba, akhirnya aku berikan jaketku pada kusen agar tidak terlihat oleh semua orang. Untung saja jaket saya besar. Kalau nggak besar pakai punya siapa dia pinjem jaketnya.
Ujian praktek masih lama, dan tiba-tiba temanku yang berambut panjang dengan tubuh yang kurus datang padaku. Ternyata itu sofi, dia memberiku sesuatu dan memasukkan sesuatu itu pada tasku.
“Ini uang dari teman-teman. Makasih ya sudah membuatkan web.” Kata sofi sambil tersenyum padaku.
“apaan ini?” tanya ku.
“makasih ya” katanya lagi.
Alhamdulillah dapat rejeki, tapi apa mereka benar-benar ikhlas. Kalau yang aku lihat mereka seperti kesal dan marah. Dan berpikiran, lihat itu mukanya rohmi. Seneng dia dapat duit. Biarin rek, buat ngobatin jerawatnya mungkin. Pikirku dalam hati, seperti tau saja apa yang mereka katakan. Karena aku melihat sorotan matanya yang penuh dengan amarah. Beda dengan sorotan matanya yang ikhlas untuk memberikannya. Aku pun menjajakannya dengan mentraktir zazu sebuah es teh poci, aku sedekahkan. Supaya uang yang aku dapat dari teman-teman kelompoknya sofi menjadi halal.
Tapi aku tak langsung bergerak ke kantin. Aku bergerak ke kamar mandi untuk menghitungnya. Ada dua puluh ribu.
“akeh ros. Wah, traktir-traktir rek” kata zazu dengan senyumannya.
“alhamdulillah. Ayo kamu tak traktir” kataku sambil mengajak zazu ke kantin
“tapi jangan bilang teman-teman ya. Kamu tak belikan teh poci” kataku lagi karena aku takut kelompoknya sofi nanti berpendapat lain.
Sebelum menuju kantin, aku lurus seperti berpaling ke kantin. Tiba-tiba, milek (rutmila) menyapa kami dari kejauhan. Mereka ada dikantin. Dan kami pun menghampiri. #Alhamdulillah, mila nyapa kita. Dan dia ada di kantin. Ada alasan buat menuju kantin# batinku senang.
Aku pun langsung membeli teh poci sementara zazu mengobrol dengan mila dan siska.
“Mi. Makasih ya” ucap mila dan siska karena aku sudah membuatkan mereka web mereka.
“ok deh sama-sama” jawabku
Setelah membeli teh poci, kami pun langsung menuju ke tempat teman-teman asyik mengobrol. Tak berapa lama, Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Saatnya solat jum’at bagi kaum lelaki. Teman-teman lelaki ku pun satu per satu meninggalkan sekolah. Ada yang bersama teman perempuannya sambil mengantarkan teman perempuannya pulang, dan teman-temanku pun ikut menyoraki temanku (rizal) yang berboncengan dengan kekasihnya. Begitulah teman-teman selalu membuat suasana ramai. Kemudian dia pun juga ikut meninggalkan sekolah, sebelum meninggalkan sekolah untuk melakukan solat jum’at. Dia melewatiku. Dan dikala dia melewatiku, teman-teman sontak menyorakiku juga. Sungguh memalukan. Dan aku pun juga tersipu malu sekaligus salting. Tapi ku berpura-pura tak melihatnya.
“wagh, rosi bulan madu nang bali rek” kata zazu yang tiba-tiba menggerakkan tubuhnya seperti orang yang sedang menarikan tarian khas bali.
“maksudmu apa?” tanya ku heran, karena ku tak tau apa yang diah ayu katakan.
“halah, masa’ nggak ngerti sih” kata diah ayu sambil mengedipkan matanya dan menggerakkan tubuhnya.
“bener. Aku nggak ngerti” kataku masih dengan penuh keheranan.
“Iku loh, satria khan orang bali. Terus kamu pacarnya satria. Jadi nanti kamu bulan madu pasti nang bali” kata endut menjelaskan.
“siapa yang pacaran sama satria. Orang aku bukan pacarnya satria. Hah, satria orang bali. Ehm, aku nggak suka orang bali”
“ojok ngono, engko kund tambah jatuh cinta ambek satria loh” sindir zazu
“apaan ce. Males aku” kataku sambil memasang muka merengut.
#Satria orang bali, berarti dia bukan orang islam donk. Pakai sesaje gitu. Ah tidak, aku nggak mau ada sesajen-sesajen segala. Gua juga benci ma bali. Bali bagus sih tempatnya, tapi banyak setannya. Karena orang sana nyembah yang aneh-aneh# batinku dalam hati dan berpikiran aneh-aneh.
Giliran praktek pun dimulai aku dan kawan-kawan perempuan masuk kedalam kelas, untuk praktek. Sementara kawanku laki-laki melaksanakan solat jum’at begitu juga dengan dia. Didalam kelas, tiba-tiba ada sms, sms dari padank bunyinya, *rohmi tolong kamu beliin baju buat ria. Pakai uangmu saja dulu. Nanti aku ganti uangnnya. Ya. Tolong rohmi. Kasian aku sama ria. Terima kasih yw.*
Beli baju buat kusen. Ada nggak ya uangnya. Aku pun meminta tolong zazu dengan berkata lirih padanya, agar tidak terdengar oleh kusen yang duduk didepan. Zazu pun juga tak ada uang, dia malah menyuruhku untuk bilang ke ririn. Ku bilang ke ririn, dan tiba-tiba kusen datang dan berkeluh kesah. Akhirnya kami pulang dengan cuaca yang sedang hujan rintik-rintk. Sebelum menuju rumahku, kusen mengajakku kesebuah rumah yang lumayan besar, diketuklah pagar rumah itu dan keluar sesosok perempuan dengan memakai baju daster yang panjang. Itu ibu kusen, ada apa beliau disini. Pikirku dalam hati. Dan kusen memberitau kepada ibunya tentang kondisi bajunya saat ini. Ibunya hanya tertawa dan memberikan sebuah lauk pauk yang dibungkus dengan plastik es dimasukkan kedalah kresek warna biru. Setelah itu kami pulang dan kusen mengantarkanku pulang sampai rumah.
Aku pun bertanya pada kusen, dan ternyata ibunya itu kerja disana hanya sebagai koki dirumah itu. Begitu sederhananya dia, walau dia sedikit endel tapi dia tak sombong. Kemudian aku bersyukur pada Allah, karena masih ada orang yang bernasib dibawahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar